Kita baru saja kehilangan Abu Tumin, ulama besar panutan ulama – ulama dan juga masyarakat. Mari kita simak kisah perjuangannya dalam belajar mengajar ilmu agama hingga akhir hayatnya.
Keturunan Ulama
Abu Tumin lahir pada 17 Agustus 1932 di Gampong Kuala Jeumpa, Kecamatan Jeumpa, Bireuen. Nama lahir Abu Tumin adalah Tgk H Muhammad Amin.
Ayahnya bernama Tgk H Mahmudsyah yang juga ulama dan pemuka masyarakat. Begitu juga dengan kakeknya, Tgk. Hanafiah, juga merupakan seorang ulama dan pendiri dayah.
Abu Hanafiah merupakan seorang guru agama di Gampong Blang Dalam. Maka tidak mengherankan jika sejak kecil Abu Tumin telah dipersiapkan untuk menjadi seorang ulama yang paripurna oleh keluarga.
Sempat Sekolah Umum
Abu Tumin sempat mengenyam pendidikan umum di Inlandsche Volkschool selama tiga tahun. Lalu berhenti sekolah karena masuknya Jepang.
Pasca Indonesia merdeka, Abu Tumin masuk Sekolah Rendah Islam. Ini merupakan sekolah berbasis agama saat itu.
Baca juga: Prof Tgk Ismail Yakub Ulama Aceh Berkarier di Luar
Sembari bersekolah, Abu Tumin kecil juga belajar ilmu-ilmu keislaman utamanya tentang dasar-dasar kitab kuning dan ilmu alat seperti nahwu dan sharaf secara langsung kepada ayahnya.
Abu Tumin belajar kepada ayahnya lebih kurang selama tiga tahun. Setelah itu, ia memutuskan untuk meudagang ke dayah-dayah yang ada di Aceh.
Mengembara Ilmu
Sejak berusia 15 tahun, Abu Tumin memulai pengembaraan ilmu. Destinasi pertamanya adalah Dayah Darul Atiq Jeunieb.
Dayah ini dipimpin oleh Abu Muhammad Saleh yang merupakan ayah dari Abon Aziz Samalanga. Di sini, Abu Tumin belajar 3 bulan saja.
Baca juga: Habib Teupin Wan Tokoh Pejuang Terlama dalam Perang Aceh-Belanda
Lalu ia hijrah ke Dayah Samalanga selama beberapa bulan. Selanjutnya Abu Tumin juga belajar di dayah Meuluem, Samalanga, selama satu tahun.
Berikutnya belajar 3 tahun di Dayah Pulo Reudeup yang dipimpin Teungku Muhammad Pulo Reudeup.
Setelah beberapa tahun menghabiskan masa belajar di Samalanga dan sekitarnya, Abu Tumin melangkah lebih jauh.
Ia hijrah ke Aceh Selatan menuju Dayah Darussalam Labuhan Haji. Berguru langsung dengan Syekh Abuya Muda Waly al-Khalidy.
Abu Tumin masuk ke Darussalam saat usianya masih 20 tahun, tepatnya tahun 1953.
Berkah Darussalam
Di Darussalam, Abu Tumin langsung belajar di kelas Bustanul Muhaqqiqin. Kelas ini diasuh langsung oleh Abuya Muda Waly Al Khalidy.
Adapun teman sekelasnya antara lain Abu Hanafi Matang Keh, Teungku Abu Bakar Sabil Meulaboh dan Abu Daud Zamzami Ateuk Anggok.
Selain belajar kepada Abuya, Tumin dipercaya untuk mengajarkan para santri lain yang berada pada tingkatan tsanawiyah.
Abu Tumin belajar dan mengajar di Labuhan Haji selama 6 tahun. Ia benar-benar memanfaatkan kesempatan belajar itu sampai merasa sudah memiliki kematangan ilmu.
Pada tahun 1959, Abu Tumin memohon izin kepada gurunya untuk mengabdikan ilmunya di kampung halamannya.
Melanjutkan Estafet Pimpinan
Di kampung halamannya, sejak tahun 1959, Abu Tumin mengabdikan diri sebagai pimpinan Dayah Al Madinatuddiniyah Babussalam Blang Bladeh, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Bireuen.
Dayah ini dibangun oleh kakeknya Abu Tumin yang kemudian dilanjutkan ayahnya. Hingga pada akhirnya, Abu Tumin mendapatkan kesempatan melanjutkan estafet kepemimpinan dayah tersebut.
Pada era Abu Tumin mulailah pesat pembangunan Dayah Blang Bladeh.
Para santri datang dari berbagai tempat. Dalam perjalanannya, dayah ini menjadi sangat terkenal. Ia pun dikenal dengan lakab Abu Tumin Blang Bladeh.
Dan diantara murid-murid Abu Tumin yang terkenal adalah alm Abu Mustafa Paloh Gadeng dan Abu Manan Blang Jruen.
Punya Pengaruh Besar
Abu Tumin memegang peranan penting dalam keberlangsungan umat Islam di Aceh. Abu punya pengaruh besar dalam menyampaikan fatwa serta petuah untuk khalayak umum.
Abu Tumin juga dianggap sebagai ulama panutan oleh para ulama lainnya. Fatwa-fatwa dari Abu Tumin menjadi rujukan ulama-ulama Aceh lainnya.
Keilmuan yang didapatkan Abu merupakan proses panjang dalam belajar serta pengalaman-pengalaman yang luar biasa.
Maka tidak mengherankan bila ada yang menyebutkan bahwa “Abu Tumin tua umurnya dan tua pula ilmunya”.
Abu juga memiliki pengaruh besar dalam resolusi konflik dan proses perdamaian Aceh.
Setiap kontestasi demokrasi, banyak yang “jak saweue” Abu untuk meminta petuah dan wejangan. Begitu juga banyak pejabat yang datang untuk bersilaturahmi dengan Abu.
Akhir Hayat
Abu Tumin merupakan salah satu dari sekian murid Abuya Muda Waly Al Khalidy yang sukses memberikan kontribusi positif kepada umat.
Ia juga berhasil mengkader ulama sebagaimana Abuya Muda Waly mendidik dirinya. Abu Tumin sangat gigih mempertahankan pendapat yang kuat dalam Mahzab Syafi’i ketika terjadi kontroversi antar sesama ulama Aceh.
Baca juga: Tgk Abdul Jalil Cot Plieng Ulama Pertama yang Menentang Jepang
Selain itu, Abu Tumin juga ahli dalam ilmu tauhid, menguasai kitab Syarah Al-Hikam karangan Syaikh ‘Ataillah As-Sakandari, dan Ahli Tharikat Al-Haddadiyah.
Setelah mengabdi puluhan tahun untuk umat, akhirnya pada Selasa (26/9/2022) Abu Tumin telah kembali ke hadhirat Allah SWT dalam usianya 90 tahun. Selamat Jalan Pelita Bangsa Aceh dan Nusantara.
Apabila ada pihak-pihak yang hendak memisahkan masyarakat muslimin Aceh dengan ulama, nyan beuneuteupuë (perbuatan nyan), racôn bagi droëneuh. – Abu Tumin Blang Bladeh
Sumber Rujukan:
https://infoaceh.net/biografi-ulama-aceh/abu-tumin-ulama-kharismatik-pengawal-agama-masyarakat-aceh/
https://www.tribunnews.com/regional/2022/09/28/profil-abu-tumin-ulama-aceh-yang-meninggal-dunia-ini-riwayat-pendidikan-dan-pengaruhnya-di-aceh?page=3.