Pasca kemerdekaan RI, konflik masih berkecamuk akibat agresi Belanda kedua. Indonesia yang sulit menjangkau ke daerah-daerah, membuat Soekarno berniat membeli pesawat untuk tugas kenegaraan. Sumatera jadi tujuan utama menggalang dana bantuan.
Soekarno terbang ke Aceh dan berpidato untuk pertama kalinya pada 16 Juni 1948 di Banda Aceh untuk menggugah hati rakyat Aceh.
Dalam pidatonya ia menyampaikan “Aceh adalah daerah modal dan satu-satunya daerah yang belum dikuasai Belanda”. Soekarno pun meminta kemurahan hati orang Aceh untuk membantu negara beli pesawat.
Singkat cerita, terkumpul dana 120.000 dollar Singapura dan 20 kg emas hasil “meuseuraya” masyarakat Aceh untuk membeli pesawat Dakota DC-3. Pesawat ini tiba di Indonesia pada Oktober 1948. Dinamai RI-001 Seulawah, sebagai penghormatan atas jasa rakyat Aceh.
Awalnya jadi pesawat kepresidenan. Konon, pesawat ini kemudian menjadi cikal-bakal lahirnya Garuda Indonesia yang kini di ambang kebangkrutan. Di Hari Penerbangan Nasional, mari kita simak kiprah RI-001 Seulawah, yang jarang diketahui.
Penerbangan Pertama RI-001
Wapres harus melewati sebagian besar daerah kekuasaan Belanda yang siap menyerang dengan skuadron pemburu. RI 001 pun melewati rute mulai dari Maguwo, Jambi, Payakumbuh, hingga berhasil melewati blokade Belanda untuk sampai di Kutaraja, Aceh.
Di Aceh, pesawat ini disambut dengan suka cita, bahkan sempat diadakan terbang perkenalan kepada pemuka masyarakat Aceh.
Penerbangan Kedua ke Kutaraja
Pesawat RI-001 pada penerbangan pertama kembali ke Yogyakarta dengan selamat. Kemudian pada 1 Desember 1948, pesawat ini melakukan penerbangan kedua. Tujuannya Payakumbuh dan Kutaraja. Penerbangan ke Payakumbuh mengirim beberapa personil untuk memperkuat militer di Sumatera.
Setelah 3 hari di Payakumbuh, RI-001 Seulawah lepas landas menuju Kutaraja, Aceh, pada 4 Desember 1948. Tujuannya mengangkut kadet ALRI dari Payakumbuh ke Kutaraja.
Perawatan ke India
Setelah penerbangan kedua, RI-001 Seulawah langsung terbang ke Calcutta, India untuk perawatan mesin secara berkala serta pemasangan tangki jarak jauh.
Dalam perjalanan ke India pada 6 Desember 1948 itu, RI-001 Seulawah dipiloti Kapten Pilot J Maupin dan Kopilot Opsir Udara III Sutardjo Sigit. Selain kru pesawat, ada empat penumpang yaitu saudagar Aceh yang akan merintis hubungan dagang ke luar negeri.
Setelah menjalani perawatan berkala, pada 20 Januari 1949, RI-001 dinyatakan layak operasional. Namun keadaan tidak memungkinkan mereka untuk kembali ke Indonesia karena sedang berkecamuknya perang menghadapi Agresi Belanda II.
Menjadi Pesawat Komersial
Setelah terputusnya kontak ke Tanah Air, akhirnya para kru pesawat; Wiweko Supeno, Sutarjo Sigit, dan Sudaryono memutuskan untuk tetap berjuang dari luar negeri dengan caranya sendiri.
Mereka bersepakat untuk mengoperasikan pesawat di luar negeri melalui penerbangan komersial. Awalnya ingin beroperasi di India, namun gagal karena sudah duluan ada India Nation Airline (INA), sehingga dialihkan ke Burma (Myanmar sekarang).
Akhirnya setelah melalui berbagai macam rintangan, dengan modal RI-001 Seulawah, didirikanlah perusahaan penerbangan niaga dengan nama “Indonesian Airways” pada tanggal 26 Januari 1949.
Sebagai penerbangan komersial, RI-001 Seulawah dicarter Pemerintah Burma untuk operasi militer melawan pemberontakan di sana.
Pemerintah Burma menyewa RI-001 untuk mengangkut logistik dan persenjataan, karena tidak ada maskapai lain yang mau menjalani misi beresiko itu.
Keuntungan yang didapat dari layanan komersial di Burma ini kemudian disumbangkan untuk membantu perjuangan di Indonesia melawan Agresi Belanda II.
Pulang Ke Indonesia
Setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda dan pemulihan kekuasaan Pemerintah RI, “Indonesian Airways” dilikuidasi dan semua kegiatan di wilayah Burma dihentikan. Semua personil yang berasal dari AURI harus kembali ke Tanah Air dan kembali bergabung menjadi anggota organik AURIS.
Pada pertengahan Juni 1950 para personel Indonesian Airways kembali ke Tanah Air melalui rute Bangkok – Jakarta. Sedangkan pesawat RI-001 Seulawah tiba di Pangkalan Udara Andir pada 3 Agustus 1950 setelah melewati rute Rangoon – Bangkok – Medan – Andir.
Setelah tidak beroperasi sebagai pesawat komersial Indonesia Airways, RI-001 Seulawah ditempatkan di Pangkalan Udara Andir, Bandung.[]