Good News From Aceh

Maulid di Aceh dan 7 Keunikannya

maulid di aceh

1. Dirayakan Selama 100 Hari

Maulid Nabi merupakan perayaan keagamaan paling panjang dan sakral di Aceh. Sudah menjadi warisan budaya, masyarakat Aceh merayakan maulid dalam rentang waktu selama 3 bulan 10 hari yaitu mulai dari bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir, dan Jumadil Awal (bulan Hijriah). Mengenai pembagian fase ini, orang Aceh menyebutnya “Moled Phon, Moled Teungoh, dan Moled Akhe”. 

Pembagian periode maulid Nabi Muhammad SAW di Aceh konon tujuannya agar ada banyak waktu bagi rakyat untuk mengumpulkan “belanja” dan momen yang tepat untuk menggelar kenduri maulid. Sehingga semua lapisan masyarakat Aceh dapat merayakan dan menikmati hidangan maulid, yang biasanya juga ditutupi dengan dakwah islamiyah pada malam hari. 

2. Adanya Pemburu Bu Moled

Jika ingin diikuti secara terus-menerus, maka dalam waktu hampir 4 bulan itu, orang Aceh nyaris tidak perlu memasak di siang hari karena akan selalu bisa menyantap bu moled (nasi maulid). Hampir setiap hari ada undangan kenduri maulid dari saudara maupun gampong tetangga. 

Nah, bagi beberapa kalangan, umumnya mahasiswa, memburu bu moled maulid “menjadi hobi” tersendiri. Mereka sudah siapkan daftar tanggal perayaan maulid di kawasannya, baik undangan ke masjid maupun undangan pribadi dari kolega hingga mantan “calon keluarga”. Beruntunglah bagi Rakan yang banyak lingkaran pertemanan, dijamin tidak akan kelaparan selama bulan maulid.

3. Santap Bu Jampu

Bu Jampu (nasi dicampur) istilah untuk sajian unik bu moled di beberapa daerah di Aceh seperti Pidie dan Pidie Jaya. Setiap warga gampong yang menghadiri undangan maulid di suatu gampong akan membawa kantong plastik masing-masing. Kelak akan digunakan untuk membawa pulang bu moled atau menaruh langsung bu moled dalam plastik itu ketika hidangan nasi dibagikan. Ketika tibanya waktu pembagian nasi, mereka menjejerkan plastik kreseknya di tempat yang sudah disediakan. 

Hidangan maulid dalam tradisi ini berupa bu idang yang ditaruh dalam wadah besar, seperti raga (keranjang rotan), lengkap dengan lauk-pauknya. Idang dibungkus dengan kain adat Aceh yang biasanya dijumpai di hantaran linto baro. Panitia (sukarelawan gampong) di setiap “tumpok idang” akan membuka idang tersebut dan membagikannya ke warga yang sudah menanti. Saat-saat inilah, nasi dan lauk-pauknya dicampur dalam “piring daun pisang”. Bagi orang Pidie Jaya, umumnya daun pisang itu langsung ditaruh dalam kresek sehingga mereka akan makan nasi dalam plastik. Sedang bagi orang Pidie, kresek akan digunakan saat nasi akan dibawa pulang setelah menyantap nasinya terlebih dahulu.

4. Menu Bu Minyeuk

Beberapa daerah di Aceh, bu minyeuk (nasi minyak) merupakan menu wajib yang dihidangkan ketika perayaan maulid. Bu minyeuk terbuat dari nasi dengan campuran rempah-rempah diantaranya jahe, bawang putih, bawang merah, jintan, kapulaga, hingga lada. Dengan adanya bahan campuran tersebut, sudah dapat ditebak: wanginya aroma bu minyeuk itu. Bu minyeuk biasanya dibungkus dengan daun pisang layur sehingga membentuk kerucut atau bu kulah. Ditambah lagi dengan bau daun pisang yang sudah diapi ini, pasti akan menambah selera makan pemburu bu moled.

5. Sajian Bulukat Mini

Bulukat (dari kata Bu Leukat?) adalah penganan khas Aceh terbuat dari nasi ketan. “Bulukat mini” adalah sajian bulukat dalam porsi sedikit, yang dibungkus seperti bu kulah versi mini. Saat perayaan maulid, ada beberapa daerah yang mewajibkan “bulukut mini” dalam hidangan kenduri maulid. Setiap warga yang membawa hidangan kenduri maulid ke meunasah atau masjid akan selalu menyiapkan bulukat ini sebagai menu pelengkap. Di Aceh Utara, ini menjadi menu wajib di setiap perayaan maulid.

6. Masak Kuah Beulangong

Kuah Beulangong adalah menu wajib perayaan maulid di kawasan Banda Aceh dan Aceh Besar. Di beberapa tempat, kuah beulangong ini dimasak di meunasah kemudian dibagikan kepada seluruh warga desa saat siang harinya. Ada juga yang dibagikan ketika sore hari. Selain itu juga ada juga kuah beulangong yang disantap bersama masyarakat undangan di meunasah atau masjid tempat diselenggarakannya maulid tersebut. Biasanya, di daerah ini tak banyak menyediakan lauk-pauknya, karena kuah beulangong sudah jadi menu utama.

7. Balai-balai Buah

Perayaan maulid di Aceh Selatan tidak hanya diisi dengan ritual makan-makan dan zikir maulidnya yang khas, tapi juga ada tradisi lain yang mencolok yaitu dengan kehadiran kreasi Balai-balai Buah. Balai-balai Buah ini dibuat dari bambu dan kayu yang dibentuk menyerupai pohon. Isi di dalamnya berbagai macam buah-buahan. Maksud dari balai-balai buah ini adalah untuk menyediakan buah-buahan untuk dimakan setelah menikmati hidangan bu moled. Selain itu, ada upaya memelihara nilai gotong-royong antarwarga ketika menyiapkan kreasi Balai-balai Buah ini.

Rakan pernah merasakan hal unik mana aja nih saat maulid di Aceh?

 

Exit mobile version