Good News From Aceh

Peristiwa Kuala Batee Ketika Militer AS Serang Aceh

kuala batee

Kekayaan hasil alam Aceh, yaitu lada hitam, telah membuat Salem menjadi kota yang makmur di  Massachusetts, Amerika, pada awal abad 19.

Sejak ditemukannya lada pertama kali oleh pelaut AS di Kuala Batee (wilayah Aceh Barat Daya sekarang), wilayah kekuasaan Kerajaan Kuala Batee ramai dikunjungi pedagang asing.

Dalam kurun 1799 – 1846, setidaknya 179 kapal berlayar antara Salem dan Aceh. Ekspor lada terbesar dari Kuala Batee ke Salem berlangsung tahun 1806. 

Dua dekade kemudian, harga lada di pasar internasional merosot, puncaknya pada tahun 1829. Pun begitu, kapal AS tetap berlabuh di Bandar Kuala Batee untuk mengangkut lada. Salah satunya kapal Friendship.

Pada 7 Februari 1831, ketika nahkodanya Charles Moore Endicott sedang berada di daratan, sekelompok orang Kuala Batee dengan berani merompak kapal Friendship. Meski berhasil direbut kembali, Friendship mengalami kerugian 50.000 USD dan tiga krunya terbunuh. 

Döng beuköng awak Kuala Batèë beh!

Alasan Pembajakan Kapal

M Nur El Ibrahimy dalam bukunya Selayang Pandang Langkah Diplomasi Kerajaan Aceh mengemukakan beberapa pemicu pembajakan kapal Friendship.

Pertama, karena kekecewaan penduduk Kuala Batee yang merasa ditipu oleh pedagang Amerika dalam perdagangan lada. Masalah ini terjadi karena adanya pemalsuan takaran timbangan lada.

Kedua, pembajakan ini hasil provokasi pihak Belanda yang iri dengan hubungan mesra Aceh-Amerika. Dengan adanya perompakan oleh kapal berbendera Kerajaan Aceh Darussalam, akan memperburuk hubungan Aceh-Amerika.

Terbukti setelah pembajakan itu, nahkoda dari kapal perompak bekerja untuk pihak Belanda. Alhasil, pembajakan Friendship menjadi akar penyerangan Kuala Batee di kemudian hari. 

Nyoë keuh yang geukheun akai Belanda.

Kirim Kapal Perang Terbaik

Setelah Friendship tiba di Pelabuhan Salem pada 16 Juli 1831, peristiwa pembajakan di Kuala Batee langsung hangat dibicarakan di AS.

Tak terima perlakuan Aceh, para pemilik kapal Friendship mencari berbagai cara untuk menuntut ganti rugi kepada Kerajaan Aceh. Hingga akhirnya, Presiden Andrew Jackson instruksikan Menteri Angkatan Laut AS untuk bertindak. 

Atas permintaan presiden, Angkatan Laut AS bersiap-siap menyerang Aceh dengan kapal perang terbaik masa itu, USS Potomac.

Pada 9 Agustus 1831, Komodor John Downes, Kapten Potomac diberi instruksi lengkap mengenai segala tindakan yang harus dilakukan sesampainya di Kuala Batu.

Potomac dengan kekuatan 260 marinir berangkat dari New York ke Aceh pada 29 Agustus 1831. 

Awalnya mereka tidak diperintahkan menyerang langsung Kuala Batee. Namun ketika sampai di Tanjung Harapan, Afrika Selatan, Kapten Potomac termakan omongan kapten kapal Friendship, Charles Moore Endicott dan orang-orang Inggris yang dijumpainya disana: harapan untuk mendapatkan ganti rugi dari orang-orang Kuala Batee sangat kecil. Imbasnya, setiba di Kuala Batee, USS Potomac bersiap siaga untuk menyerang.  

Pembantaian Sipil 

Subuh, 6 Februari 1832, momen paling kelam dan berdarah-darah di pelabuhan Kuala Batee.

Pasukan marinir AS sejumlah 260 orang (ada yang menyebut 282 orang) dengan senjata lengkap, turun dari Potomac, mengepung benteng-benteng di wilayah tersebut.

Tak ada perlawanan berarti dari penduduk Kuala Batee yang jelas kalah jauh dari segi apapun untuk berperang. Semua orang dalam benteng dibunuh termasuk anak-anak dan wanita. Barang-barang berharga dari penduduk setempat juga dirampas.

Perlawanan tidak seimbang itu berakhir. Setidaknya 150 penduduk Kuala Batee dibantai. Sementara pasukan Amerika hanya gugur 2 prajurit dan 11 luka-luka.

Tak berhenti disitu. Setelah pasukannya ditarik ke kapal, Potomac menembakkan meriam ke seluruh wilayah Kuala Batee sehingga wilayah itu rata dengan tanah.

Korban sipil pun bertambah sekitar 300 orang lagi. Hingga akhirnya penguasa Kuala Batee menyerah, total sekitar 450 nyawa penduduk Kuala Batee melayang.  

Mengapa Kuala Batee?

Kerajaan Kuala Batee adalah wilayah dari kekuasaan Uleebalang Susoh. Dibangun oleh Teungku Syik Karim, petani lada dari Ujong Rimba Pidie yang membuka lahan lada di daerah Susoh pada abad 18.

Kerajaan Kuala Batee ini tunduk kepada wilayah Kerajaan Aceh Darussalam. Wilayah Kuala Batee lantas jadi primadona sebagai lumbung lada dunia khususnya lada hitam. 

Adapun pasca peristiwa invasi ke Kuala Batee, parlemen Amerika riuh beberapa hari. Mereka pro-kontra atas tindakan Kapten Potomac yang menyerang Aceh.

Namun Presiden Jackson mencoba menutupi kasus itu. Sampai akhirnya peristiwa ini tidak dipublikasikan pada masa itu.

Cerita mengenai kejadian ini kemudian diangkat dalam novel Quallah Battoo karya Dr. Ronald Stephen Knapp, tahun 2017.

Tak hanya itu, sebuah grup band AS juga menamai band mereka dengan nama Quallah Battoo yang rilis 1986.[]

Exit mobile version