Cerita pejuang Aceh masa Belanda tak pernah menemui halaman terakhir. Kali ini Aceh+Sosok mengulas kiprah Tgk Chik Dirundeng ulama heroik di wilayah barat selatan Aceh.
Kelahiran Aceh Besar
Teungku Chik Dirundeng merupakan ulama Aceh yang sangat terkenal di pantai Barat-Selatan Aceh (Barsela). Namun, beliau diyakini lahir di Gampong Cot Mancang, Kemukiman Buengcala, Aceh Besar.
Terkait tahun lahirnya ada pendapat mengatakan beliau lahir pada tahun 1803 dan ada juga yang menyebut tahun 1802.
Nama asli dari Tgk Chik Dirundeng adalah Teuku Teungku Abdullah bin Teuku Raja Ibrahim.
Tgk Chik Dirundeng terlahir dari keluarga terhormat, karena ayah dan ibunya berhubungan famili dengan ulama-ulama di kawasan Aceh Besar, sekaligus memiliki garis hubungan dengan keturunan bangsawan (Teuku).
Pendidikan dari Orangtua
Begitupun dengan Tgk Chik Dirundeng, ia mendapatkan bimbingan agama langsung dari orangtuanya, Teuku Raja Ibrahim.
Dari ayahnya, Abdullah belajar kitab-kitab seperti kitab Fathun Qarib, I’anatut Thalibin, Mahalli, Nahwu, Ma’ani, Bayan Badi, Ilmu Tauhid, Ilmu Mantiq.
Ia juga diajari ilmu tasawuf dari kitab karya Imam Al-Ghazali seperti kitab Hidayatus Salikin.
Tgk Chik Dirundeng kelak diyakini memiliki ilmu laduni yang ia pelajari dari pengembaraannya di Barat-Selatan Aceh.
Banyak Lakab di Barsela
Setelah bertemu ayahnya, ia menetap disana beberapa lama dan menggelar pengajian agama. Di Batee Tunggai, ia mendapatkan julukan Teungku Batee Tunggai dan ada juga yang menyebutnya dengan Teungku Batee Sianeuk dan Teungku Tarok.
Teuku Abdullah kemudian hijrah dan menetap di Dama Tutong, Aceh Selatan, sehingga masyarakat disana menyebutnya dengan lakab Teungku Dama Tutong.
Baca juga: Ishak Daud Panglima GAM Kharismatik yang Tak Sempat Cicipi Perdamaian
Saat menetap di Dama Tutong, ia membuka berbagai pengajian agama islam bagi masyarakat.
Tgk Chik Dirundeng sangat gemar mengkaderisasi umat dengan cara membangun banyak dayah. Harapannya untuk memperkuat ilmu agama bagi masyarakat sekitar sehingga mampu menjalankan ajaran-ajaran Islam dengan baik.
Sebagai seorang ulama ia terus membangun dayah sebagai pusat pendidikan agama di pantai Barsela yang terletak di Meukek dan Labuhan Haji (Aceh Selatan) dan Rundeng (Singkil).
Tidak berlebihan jika setiap tempat yang ia bangun dayah, Teungku Abdullah mendapat julukan baru seperti Teungku Batee Tunggai, Teungku Batee Sianeuk, Teungku Tarok, Teungku Dama Tutong, Teungku di Meukek, hingga terakhir dipanggil Teungku Chik di Rundeng.
Kemampuan menanamkan keyakinan kepada pengikutnya juga menunjukkan beliau seorang alim yang menguasai ilmu agama secara mendalam sekaligus mampu memberi teladan yang baik.
Ideolog Perang
Selama menjadi Teungku Chik (ulama besar) di daerah Barsela, Teungku Chik di Rundeng menjadi ideolog perang melawan Belanda dalam menggelorakan semangat perang sabil.
Dalam pandangan Tgk Chik Dirundeng, penyerangan Belanda terhadap Kerajaan Aceh Darussalam sama artinya dengan mengusik umat Islam secara keseluruhan yang kemudian mengganggu kehidupan agama, sosial dan budaya di Aceh.
Karena itulah, baginya mempertahankan kedaulatan Aceh sama dengan mempertahankan agama Islam.
Prinsip ini selaras dengan ideologi Prang Sabi yang dikobarkan para ulama Aceh saat itu.
Syahid Tanpa Pusara
Konon ceritanya, marsose berhasil melumpuhkan ulama besar ini setelah bekerjasama dengan para uleebalang yang membenci Tgk Chik Dirundeng.
Sehari setelah wafatnya, tentara Belanda membawa jenazah Teungku Chik Dirundeng berlayar ke tengah laut.
Sejak itu, tidak ada yang mengetahui keberadaan mayat dan makam beliau.
Atas jasanya, kelak nama Tgk Chik Dirundeng diabadikan menjadi salah satu nama kampus di Aceh Barat yaitu STAIN Teungku Dirundeng.[]