Minyak dan gas bumi menjadi salah satu sumber daya alam terbesar di Aceh. Minyak di Aceh ditemukan sejak abad 16 pada masa kerajaan hingga ditambang secara komersil pada abad 19. Inilah #sekuelpertama sejarah industri minyak di Aceh. Yuk simak postingan ini sampai habis.
Menjadi Alat Perang
Minyak dan gas bumi merupakan dua sumber daya alam yang sangat akrab dengan masyarakat Aceh. Bahkan Aceh dikenal sebagai daerah penghasil minyak dan gas (migas) yang sangat besar di Indonesia.
Sejarah penemuan dan pemanfaatan minyak di Aceh sudah ada sejak zaman kerajaan. Pada abad 16, migas dimanfaatkan sebagai sumber api penerang.
Selain itu, minyak di Aceh dimanfaatkan sebagai sumber daya untuk membakar kapal-kapal Portugis di Selat Malaka.
Lebih lanjut, minyak bumi yang menggenangi rawa-rawa juga banyak digunakan sebagai obat gosok dan mulai diperdagangkan ke luar negeri.
Maka tidak heran jika masyarakat Aceh sudah sangat lama mengenal minyak sebagai alat untuk mempertahankan wilayah dari upaya penguasaan asing serta sebagai komoditas perdagangan internasional.
Masuknya Perusahaan Belanda
Pada tanggal 15 Juni 1885 AJ Zijker berhasil menggali sebuah sumur minyak. Ia menamainya dengan Telaga Tunggal 1 atau Telaga Said.
Lokasinya berada di 12,5 KM di sebelah Pangkalan Brandan, Langkat, Sumatera Utara. Sumur minyak tersebut dikelola oleh perusahaan asal Belanda bernama NV Koninklijke Nederlandsch Petroleum Mij.
Kemudian perusahaan itu patungan dengan Shell membentuk perusahaan minyak bernama Bataafsche Petroleum Mij (BPM).
Penggalian sumur minyak ini menjadi awal mula sejarah perminyakan di Nusantara.
Lalu pada tahun 1892, kilang penyulingan minyak yang berkapasitas 2,4 ribu barel per hari di Pangkalan Brandan dibangun.
Setelah 9 tahun, perusahaan Holland Perlak Mij NV Petroleum Mij Zaid Perlak melakukan eksplorasi di Rantau Panjang, Landeshap Peureulak, Aceh Timur. Ini jadi temuan pertama minyak di Aceh.
Baca juga: Lhokseumawe Eks Kota Petro Dollar
Minyak yang mereka temui sejak tahun 1900 itu dialirkan dengan pipa sepanjang 130 kilometer ke kilang BPM di Pangkalan Brandan untuk disuling. Lalu dikirim ke pelabuhan Pangkalan Susu untuk diekspor.
Produksi Minyak Berlimpah
Pada Agustus 1901 produksi minyak di Rantau Panjang sudah mencapai 240.250 liter. Pada tahun 1909 meningkat menjadi 68.807 ton.
Produksi minyak yang terus meningkat mendorong perusahaan lain berburu ladang minyak di Aceh. Tak hanya di Landschap Peureulak, tapi juga meluas ke daerah lain, seperti Idi, Langsa dan Tamiang.
Pada tahun 1932-1934 tercatat ada empat perusahaan yang melakukan eksplorasi di wilayah Langsa dan Idi.
Eksplorasi minyak dilakukan pada area seluas 50.000 hektar, mencakup Landschap Serbajadi, Sungai Raya, Peudawa Rayeuk, Julok Rayeuk dan Idi Rayeuk.
Begitu juga di wilayah Tamiang, eksplorasi pertama dilakukan di Rantau, Landschap Keujruen Muda pada bulan Februari 1929. Minyak yang diproduksi dialirkan ke Pangkalan Brandan melalui pipa sepanjang 63 kilometer.
Sempat Meredup
Perluasaan eksplorasi itu sangat berpengaruh pada volume produksi perusahaan minyak BPM di kilang Pangkalan Brandan dan ekspor minyak mentah.
Tercatat, jelang Perang Dunia kedua, produksi kilang di Pangkalan Brandan mencapai satu juta ton per tahun. Sementara ekspor minyak dari Aceh pada tahun 1938 mencapai 705.650 meter kubik.
Baca juga: Jalan Gayo Warisan Belanda di Aceh yang Bermanfaat
Masuk tahun 1943, pemerintah militer Jepang membangun kilang penyulingan minyak dengan kapasitas 40 ton per hari di Desa Paya Bujok, Kota Langsa.
Itu momen pertama di daerah Aceh, ada pengoperasian kilang penyulingan untuk keperluan militer Jepang.
Namun kondisi itu berubah usai Jepang kalah perang. Disebutkan pada Desember 1945 sumur minyak yang terletak di Aceh Timur akhirnya terbengkalai.
Mulai Kembali Bergeliat
Pada tanggal 1 Januari 1946, para pekerja minyak di Aceh Timur membentuk wadah bernama Tambang Minyak Republik Indonesia (TMRI) yang berpusat di Langsa.
Wadah ini kemudian mulai memproduksi bensin dan minyak tanah untuk memenuhi kebutuhan konsumen di daerah Aceh dan sekitarnya.
Baca juga: Atjeh Tram, Kereta Api Pertama Penghubung Aceh-Sumatera
Kilang minyak di Pangkalan Brandan pun diserahkan kepada Residen A Karim MS, mewakili Gubernur Sumatera pada bulan Juli 1946.
Naasnya, pada tanggal 13 Agustus 1947, kilang minyak Pangkalan Brandan tersebut dibumihanguskan setelah dua pekan Belanda melakukan agresi militer pertama.
Imbasnya, sebagian pekerja minyak bermigrasi ke Kota Langsa lantaran eksplorasi dan produksi minyak hanya efektif di Aceh Timur, Rantau Tamiang, Lapangan Rantau Panjang, Peureulak dan Julok Rayeuk, Aceh Timur.[]
Aceh Punya Minyak
Belanda Punya Nama
Sumber Rujukan:
https://www.tagar.id/sejarah-migas-aceh-dulu-untuk-perang-lawan-portugis