Good News From Aceh

Teungku Peukan Tokoh Perjuangan Blangpidie, Dari Dakwah hingga Perang

teungku peukan

Sekuel ketiga perang di Barat-Selatan menghadirkan kisah Teungku Peukan. Penasaran dengan kisahnya? Yuk simak ulasan ini hingga kalimat terakhir.

Siapa Teungku Peukan?

Menurut riwayat, Teungku Peukan merupakan seorang ulama kharismatik di wilayah Manggeng, Aceh Selatan, dan merupakan keturunan ulama yang berasal dari Lamreueng, Aceh Besar.

Teungku Peukan lahir dari pasangan Teungku Adam dan Siti Zulaikha. Dari pasangan ini lahirlah Teungku Yahya, Teungku Peukan dan Nyak Teh. Teungku Peukan lahir di Alue Pakue, Kecamatan Sawang, Aceh Selatan. 

Baca juga: Teuku Ben Mahmud Uleebalang Trumon Pertama Yang Menentang Belanda

Teungku Peukan diperkirakan lahir pada tahun 1886 sesuai dengan usianya ketika menyerang tangsi pertahanan Belanda di Blangpidie pada tahun 1926 yang bertepatan dengan umurnya ke-40 tahun.

Teungku Peukan menikah dengan Intan Darek, seorang perempuan dari Tapaktuan dan mempunyai 7 anak.

Perlawanan Melalui Dakwah

Teungku Peukan mulai melakukan perlawanan terhadap Belanda dengan cara berdakwah dari satu tempat ke tempat lainnya.

Dalam dakwahnya ia selalu menyampaikan bahwa setiap orang berhak atas kehidupannya. Ia juga mengatakan untuk senantiasa menolak segala hal yang berbau penjajahan oleh Belanda.

Secara keseluruhan, semangat jihad fisabilillah selalu terdengar dalam pidatonya yang heroik.

Lambat laun, dakwah Teungku Peukan mulai tercium oleh kaki tangan Belanda. Kegiatannya pun mulai diawasi.

Baca juga: Tgk Chik Dirundeng Ulama dan Pejuang di Barsela

Saat Penguasa Wilayah Trumon, Teuku Ben Mahmud, bergerak melawan Belanda di Blangpidie, semangat jihad Teuku Peukan kembali berapi-api dalam menyampaikan dakwahnya.

Strategi Perang Teungku Peukan

Teungku Peukan mulai menyusun rencana baru setelah strategi dakwahnya tercium Belanda.

Ia mulai melakukan rekrutmen untuk membentuk pasukan khusus melawan tentara Hindia Belanda di wilayahnya. Ada hal unik dari rekrutmen ini yaitu adanya interview pasukan.

Saat itu Teungku Peukan melakukan wawancara untuk memastikan ketulusan hati para calon pasukan untuk ikut berjuang.

Tidak hanya masyarakat, tiga putranya sendiri turut memperkuat pasukan khusus bentukan Teungku Peukan, yaitu Tgk Kasim, Tgk M Daud dan Talaha.

Pasukan ini disiapkan untuk melemahkan kekuatan Belanda di wilayah Blangpidie. Salah satu aksi mereka adalah penyerangan tangsi Belanda di Blangpidie pada tahun 1926.  

Bertempur hingga Syahid

Teungku Peukan dengan pasukan khususnya, kemudian memulai serangan ke tangsi Belanda di Blangpidie, Aceh Barat Daya (saat itu Aceh Selatan).

Sebelum berangkat perang, mereka lebih dulu melakukan zikir dan doa bersama. Setiba di tangsi militer Belanda di Blangpidie, Teungku Peukan membagi pasukannya dalam 3 bagian yaitu sektor timur, barat dan utara.

Setiap sektor masing-masing dipimpin oleh seorang komandan.

Serangan fajar itu pun dimulai. Pasukan Belanda kalang kabut.

Banyak dari mereka tewas seketika. Namun begitu, tidak membuat Teungku Peukan selamat dari timah panas awak Belanda.

Saat sedang mengumandangkan azan kemenangan, seorang serdadu Belanda yang masih hidup mengambil senjata dan menembak Teungku Peukan hingga syahid pada Jumat, 11 September 1926, itu.

Baca juga: Perjuangan Teuku Cut Ali Melawan Belanda di Aceh Selatan

Jenazahnya kemudian dimakamkan di lokasi tak jauh dari peristiwa ini, yang sekarang berada di Komplek Masjid Jamik Baitul Adhim, Blangpidie, Aceh Barat Daya.

Untuk mengenang jasa Teungku Peukan masyarakat Abdya menghormatinya dengan penabalan RSUD Teungku Peukan.

Sumber Bacaan:
“Trumon sebagai Kerajaan Berdaulat dan Perlawanan Terhadap Kolonial Belanda di Barat-Selatan Aceh.” Misri A. Muchsin. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh. 2019

 

Exit mobile version