Sejarah mencatat, Aceh memiliki beragam korps wanita sejak abad 16 yang berjuang melawan penjajahan demi mempertahankan kedaulatan Aceh. Salah satu korps paling terkenal dan ditakuti asing adalah Inong Balee. Ini cerita menariknya.
Table of Contents
Armada Inong Balee
Perang Aceh mulai berkobar dahsyat ketika melawan Portugis di semenanjung Malaka dibawah kepemimpinan Sultan Alauddin Riayat Syah Al Qahhar (1537-1568).
Semenjak itulah banyak gugur putra-putra terbaik Aceh di Malaka. Mereka yang gugur meninggalkan anak, istri bahkan orangtua. Salah satunya suami Keumalahayati yakni Panglima Armada Laut Aceh Tuanku Mahmuddin bin Said Al Latief yang syahid pada periode Sultan Alauddin Riayat Syah Sayyid al-Mukammil (1596-1604) .
Malahayati bertemu Tuanku Mahmuddin saat ia mengenyam pendidikan militer di Ma’had Baitul Maqdis.
Melihat banyak wanita Aceh saat itu yang menjadi janda (Aceh: inöng balè) karena suaminya syahid dalam melawan Portugis, Keumalahayati meminta Sultan Alauddin Riayat Syah Sayyid al-Mukammil agar dirinya dibolehkan mendirikan satu korps tentara berisikan para janda.
Armada Terkuat di Asia Tenggara
Armada Inong Balee pun resmi terbentuk. Sultan menunjuk Laksamana Keumalahayati sebagai pimpinan pasukan Armada Inong Balee. Hal ini menjadikan Malahayati laksamana wanita pertama di dunia.
Korps wanita ini kemudian membangun benteng pertahanan dan pangkalan militer yang menghadap langsung ke Selat Malaka. Letaknya di Teluk Lamreh, Krueng Raya, Aceh Besar.
Armada Inong Balee awalnya beranggotakan 1.000 orang janda. Namun kemudian bertambah jadi 2.000 personel. Armada Inong Balee juga bertanggungjawab pada pelabuhan Aceh dengan kekuatan sekitar 100 kapal perang.
Armada Inong Balee beberapa kali ikut perang di semenanjung Malaka dan pantai-pantai di Sumatera Timur.
Selain tangkas di medan tempur, pasukan Inong Balee juga bertugas menyambut tamu kerajaan.
Dengan keunggulan ini, Inong Balee dipandang sebagai armada terkuat di Selat Malaka bahkan disegani di kawasan Asia Tenggara kala itu.
Menaklukkan Kapten Belanda
Malahayati memimpin Armada Inong Balee melawan Portugis hingga Belanda yang coba menguasai perairan Kerajaan Aceh Darussalam. Tragedi fenomenal terjadi pada 1599 yang membuat sosok Admiral Malahayati menggemparkan dunia.
Ketika itu, dua kapal dagang Belanda merapat ke Bandar Aceh Darussalam pada bulan Juni. Dua kapal tersebut dipimpin dua bersaudara Frederick dan Cornelis de Houtman.
Kedatangan mereka awalnya aman-aman saja sampai suatu ketika terjadi konflik yang berujung perang di lautan. Armada Inong Balee mendapat perintah untuk mengusir dua kapal itu.
Tepat pada 11 September 1599, Laksamana Malahayati berhasil masuk ke dek kapalnya Cornelis de Houtman. Terjadilah duel satu lawan satu yang berakhir dengan tewasnya Kapten Cornelis de Houtman.
Inong Balee GAM
Pasukan Inong Balee kembali muncul pada abad 21. Namun pada era ini mengalami pergeseran secara makna.
Pasukan Inong Balee ini tidak hanya beranggotakan para janda, namun juga para gadis atau perempuan bersuami yang dibaiat menjadi pasukan perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) melawan pemerintah RI.
Pasukan Inong Balee ini resmi dibentuk oleh GAM sekitar 1999-2000 yang mewajibkan anggotanya menempuh pendidikan militer.
Banyak dari mereka mendapatkan pelatihan khusus dari Panglima GAM, Abdullah Syafi’e di kawasan Jiem-Jiem, Bandar Baru.
Sebagai bagian dari GAM, mereka berperan bukan hanya berperang tapi juga mengurus dapur umum, perawatan, logistik, propaganda hingga intelijen.
Btw, Selamat Hari Korps Wanita Angkatan Laut (Kowal) 2022.[]