Good News From Aceh
FaktaBudayaEkonomi

Mantra Kopi, Cara Orang Gayo Menghargai Kopi

mantra kopi

Bagi orang #Gayo kopi adalah nafas kehidupan. Dan mereka memiliki “mantra kopi” dalam membudidayakan komuditas unggulan Aceh itu. Begini kisahnya. Baca sampai tuntas.

Asal Muasal Kopi Gayo

Sebelum menceritakan mantra kopi orang Gayo, ada baiknya kita mengetahui sejarah kopi (kopi arabika dan robusta) di Tanoh Gayo itu sendiri.

Salah satunya seperti diceritakan C. Snouck Hurgronje dalam bukunya “Het Gajoland en Zijne Bewoners” yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia menjadi “Gayo Masyarakat dan Kebudayaannya Awal Abad ke-20” oleh Hatta Hasan Aman Asnah.

Snouck menjelaskan bahwa kopi sudah ada Gayo sebelum Belanda menjejakkan kaki kawasan itu pada 1904. 

Orang Gayo dulu mengenal kopi dengan sebutan “kewe” atau ada juga menyebutnya dengan “kawa”.

Penyebutan istilah “kewe” atau “kawa” ini hampir mirip dengan penyebutan kopi dalam Bahasa Arab yaitu “qahwa”.

Kopi Gayo di Masa Lampau

mantra kopi

Orang Gayo zaman dulu tidak mengonsumsi kopi seperti sekarang. Dulu mereka hanya memanfaatkan daun kopinya saja.

Dedaunanya diseduh dengan air panas layaknya teh pada umumnya. Sementara, batangnya dimanfaatkan sebagai “pagar hidup”. 

Ibrahim Kadir, seniman didong gayo, menggambarkan bahwa pohon kopi dahulu mempunyai batang yang tinggi dan menjalar lalu mempunyai biji sebesar kelereng yang ketika tua berwarna merah.

Baca juga: Syair Smong Selamatkan Warga Simeulue dari Tsunami

Saat itu orang Gayo belum menyadari pohon kopi adalah tanaman penuh berkah yang biji-bijiannya mahal harganya.

Pohon kopi saat itu hanya dianggap sebatas tanaman liar saja dan buah kopi yang masak hanya dimakan burung.

Geliat Awal Pertanian Kopi Gayo

mantra kopi

Pasca masuknya Belanda ke Tanoh Gayo, dibangunlah jalan lintas Takengon-Bireuen. Pengadaan jalan lintas tersebut memudahkan mobilitas pasukan Belanda untuk keperluan perang dan perekonomian.

Dalam sejarah disebutkan, setelah penyelesaian jalan Takengon-Bireuen pada tahun 1916, Belanda langsung membuka perkebunan secara besar-besaran seperti di daerah lain di Nusantara. 

Baca juga: Keuneunong Cara Orang Aceh Mengenali Tanda Alam

Ada tiga perkebunan besar yang dibuka yaitu perkebunan kopi, perkebunan teh dan perkebunan pinus. Belanda juga membangun kilang pengolahan kopi yang terletak di Bandar Lampahan, Bener Meriah. 

Orang Gayo Alih Profesi

mantra kopiSemula, mata pencaharian orang Gayo sangat dekat dengan dunia pertanian sawah dan nelayan danau. Namun lambat laun beralih ke perkebunan kopi seiring dibukanya kebun kopi oleh Belanda.

Usaha perkebunan kopi sempat terlantar menyusul masuknya Jepang pada 1942.

Usaha perkebunan kopi rakyat di Gayo baru berkembang setelah zaman kemerdekaan, terutama setelah selesainya konflik G30S PKI dan peristiwa DI/TII tahun 1960-an. 

Konflik bersenjata antar GAM-RI kemudian membuat kebun-kebun kopi menjadi semak belukar kembali. Pasca perdamaian lah orang Gayo mulai kembali ke kebun kopinya.

Maka saat ini masyarakat Gayo mengandalkan kopi sebagai komoditas utama sumber perekonomian. Lahan perkebunan berkembang signifikan, yang  hingga kini mencapai 80 ribu hektare lebih.

Mantra Kopi Orang Gayo

mantra kopi
Buah kopi arabika gayo. Foto: IST

Bagi masyarakat Gayo, kopi adalah nafas kehidupan. Semua bergantung kepada hasil biji-biji terbaik tanaman ini.

Kopi kemudian dianggap sebagai “keluarga” yang mampu menopang roda perekonomian rumah tangga. Sehingga dalam menanam kopi, mereka selalu menanamnya dengan iringan doa mengharap berkat seperti “mantra” yang satu ini;

Bismillah
Wahai Siti Kewe / wahai tanaman kopi
Kunikahen ko urum kuyu / kunikahkan engkau dengan angin
Wih kin walimu / air menjadi walimu
Tanoh kin saksimu / tanah saksimu
Loh kin saksi kalammu / matahari saksi kalammu

Mantra Kopi ala Orang Gayo itu bukan sebenar-benarnya mantra seperti dalam ilmu perdukunan. Melainkan ialah sebuah seni tutur tradisional yang sudah diwariskan turun-temurun.

Kalau dalam istilah orang Aceh pesisir, tradisi itu disebut seumapa yakni bertutur sapa dengan makhluk hidup lainnya.

Para tetua Gayo belajar dari pengalaman bertani kopi hingga menuai hasil yang melimpah, sehingga “menciptakan” sebuah kebiasaan untuk menghormati dan menghargai sumber kemakmurannya itu dengan mengucapkan mantra kopi setiap akan menanam kopi.

Ingin tahu lebih dalam mengenai Mantra Kopi? Yuk langsung pelesiran ke Tanah Gayo untuk menanyakan langsung pada petani kopi disana.[]

Sumber Rujukan:
Disadur dari Fikar W Eda, “Mantra Kopi Dari Gayo”, Rubrik Opini Harian Serambi Indonesia, 2013.

 

Related posts