Taukah kamu ternyata ada 8 orang Pahlawan Nasional asal Aceh. Mereka datang dari masa Kerajaan Aceh Darussalam hingga era kemerdekaan Indonesia. Ini dia, profil 8 pejuang Aceh yang menjadi pahlawan nasional.
1. Teuku Umar
Teuku Umar merupakan pejuang pertama yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional asal Aceh. Teuku Umar diangkat menjadi Pahlawan Nasional pada tahun 1955 dengan Surat Keputusan Presiden Nomor 217/1955. Teuku Umar lahir di Meulaboh tahun 1854.
Suami Cut Nyak Dhien ini dikenal dan disegani oleh Belanda karena ia mempunyai strategi perang gerilya yang sangat luar biasa. Teuku Umar pernah berpura-pura “membelot” kepada Belanda, lalu melawannya balik ketika telah mengumpulkan senjata dan uang.
Teuku Umar gugur dalam perlawanan dengan pasukan Belanda yang dipimpin Van Heutsz di Suak Ujong Kalak, Meulaboh, pada 11 Februari 1899. Ia dimakamkan di Desa Mugo Rayeuk, Kecamatan Panton Reu, Aceh Barat.
2. Cut Nyak Dhien
Cut Nyak Dhien merupakan pahlawan nasional asal Aceh yang kedua. Ia dikukuhkan melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 106/TK/1964 tanggal 2 Mei 1964.
Cut Nyak Dhien lahir di Lampadang, Aceh Besar, pada 1848. Sebagai istri Teuku Umar, mereka dikenal pasangan suami istri yang tangguh melawan penjajah Belanda, terlibat banyak perang.
Pasca Teuku Umar meninggal pada 11 Februari 1899 di Meulaboh, Cut Nyak Dhien terus memimpin pasukan Aceh bergerilya dari hutan ke hutan, hingga ditangkap pada 1905. Cut Nyak Dhien meninggal pada 6 November 1908 di pengasingan dalam usia 60 tahun, dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang, Jawa Barat.
3. Cut Nyak Mutia
Bersamaan dengan Cut Nyak Dhien, pada tahun 1964 Cut Mutia juga diangkat menjadi Pahlawan Nasional asal Aceh berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 107/1964 pada tahun 1964.
Cut Nyak Meutia atau Cut Nyak Mutia seorang pejuang perempuan pada masa Kesultanan Aceh Darussalam. Ia lahir di Keureutoe, Aceh Utara, pada 15 Februari 1870.
Pada masa hidupnya, Cut Meutia berjuang bersama pasukan Inong Balee melawan penjajah Belanda.
Ia gugur dalam pertempuran dengan pasukan Belanda di Alue Kurieng, Aceh Utara, pada 24 Oktober 1910. Makam Cut Mutia berada di kawasan hutan lindung Gunung Lipeh, Ujung Krueng Kereuto, Pirak Timur, Aceh Utara.
4. Teungku Chik di Tiro
Sembilan tahun pasca penetapan Cut Nyak Dhien dan Cut Mutia sebagai Pahlawan Nasional asal Aceh, Tgk Chik di Tiro diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden Nomor 087/TK/Tahun 1973 tertanggal 6 November 1973.
Tgk Chik di Tiro Muhammad Saman atau dikenal Tgk Chik di Tiro lahir di Tiro, Pidie, pada 1 Januari 1836. Ia seorang ulama Aceh sekaligus panglima perang yang berjuang melawan penjajah Belanda. Ia adalah tokoh yang kembali menggairahkan Perang Aceh pada tahun 1881.
Bersama Tgk Chik Pante Kulu dan ulama-ulama lainnya, Teungku Chik di Tiro membangkitkan semangat perlawanan rakyat Aceh dengan berjihad dalam Prang Sabi.
Ia meninggal karena diracun oleh seorang perempuan Aceh lewat makanan yang disajikan pada Januari 1891 di Aneuk Galong, Aceh Besar. Makamnya terletak di Meureu, Indrapuri, Aceh Besar.
5. Teuku Nyak Arief
Pada 1974, Teuku Nyak Arif dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 071/TK/1974. Teuku Nyak Arief lahir di Ulee Lheue, Banda Aceh, pada 17 Juli 1899. Pahlawan Nasional asal Aceh yang satu ini merupakan keturunan dari Uleebalang Panglima Sagi 26 Mukim, Aceh Besar.
Ia orator ulung yang banyak terlibat pada organisasi pergerakan kemerdekaan. Ia juga menjadi Ketua Nasional Indische Partij Kutaraja dan menjadi anggota Volksraad pada 1927 – 1931. Mulai tahun 1932 ia memimpin gerakan bawah tanah menentang Belanda, aktif dalam bidang pendidikan dan politik.
Teuku Nyak Arief juga pernah menjabat sebagai Residen Aceh, pada tanggal 3 Oktober 1945 dengan surat ketetapan No. 1/X dari Gubernur Sumatera, Teuku Muhammad Hasan. Teuku Nyak Arif meninggal pada tanggal 4 Mei 1946 di Takengon, Aceh. Jenazahnya dibawa ke Kutaraja dan dikebumikan di tanah pemakaman keluarga pada tepi sungai Lamnyong di Lamreung, Aceh Besar, dua kilometer dari Lamnyong, Banda Aceh.
6. Sultan Iskandar Muda
Setelah penetapan T. Nyak Arief sebagai pahlawan nasional, kemudian Pemerintah Republik Indonesia mengangkat Sultan Iskandar Muda sebagai Pahlawan Nasional asal Aceh. Penetapan ini berdasarkan Keputusan Presiden No. 077/TK/Tahun 1993 tanggal 14 September 1993.
Sultan Iskandar Muda lahir tahun 1583 di Bandar Aceh Darussalam. Sultan Iskandar Muda lah yang menjadi Kesultanan Aceh Darussalam mencapai puncak kejayaannya.
Ia mampu menyatukan seluruh wilayah semenanjung tanah Melayu di bawah panji kebesaran Kerajaan Aceh Darussalam.
Sultan Iskandar Muda wafat tahun 1636 M dan makamnya terletak di komplek Kandang Meuh di Banda Aceh yang pernah dihancurkan Belanda.
7. Teuku Muhammad Hasan
Setelah 13 tahun berselang, tepat pada tahun 2006, bertambah lagi pahlawan nasional asal Aceh yaitu Teuku Muhammad Hasan. Ia ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 085/TK/Tahun 2006 tertanggal 3 November 2006.
Teuku Muhammad Hasan lahir di Pidie, Aceh, pada 4 April 1906. Ia merupakan Gubernur Wilayah Sumatera pertama setelah Indonesia merdeka tahun 1945. Pada 7 Agustus 1945, Teuku Muhammad Hasan dipilih menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai Soekarno.
Semasa hidupnya, Teuku Muhammad Hasan pernah menulis buku dan mendirikan Universitas Serambi Mekkah di Banda Aceh. Ia meninggal dunia pada 21 September 1997 di Jakarta.
8. Laksamana Keumala Hayati
Penetapan Laksamana Malahayati sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 115/TK/Tahun 2017 tanggal 6 November 2017. Nama aslinya Keumala Hayati. Ia dipercaya sebagai seorang laksamana perang perempuan pertama di dunia.
Keumala Hayati seorang perempuan pejuang pada masa Kesultanan Aceh Darussalam. Jabatan sebagai Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV dipercayakan kepadanya. Ketika itu, Malahayati memimpin 2.000 orang pasukan Inong Balee (pasukan perang perempuan Aceh) untuk berperang.
Kejadian paling monumental dalam kisah perjuangannya adalah berhasil membunuh Cornelis de Houtman, pimpinan pasukan pencari rempah asal Belanda, pada tanggal 11 September 1599 dalam sebuah pertempuran di atas kapal di perairan laut Aceh. Makam Laksamana Malahayati berada di bukit Krueng Raya, Lamreh, Aceh Besar.[]