Masyarakat Aceh memiliki kearifan lokal (local wisdom) dalam penanggalan yaitu Almanak atau Kalender Aceh. Kalender Aceh disebut juga mengacu pada sistem Keuneunong–suatu ilmu falak yang diterapkan orang Aceh jaman dulu, yang menggelar suatu kegiatan berdasarkan pada gejala atau fenomena alam.
Sementara itu, penanggalan Kalender Aceh menyesuaikan dengan penanggalan Bulan Arab atau Hijriah. Nama-nama bulan dalam Kalender Aceh berasal dari peristiwa masa silam yang terjadi di bulan tersebut.
Khasanah Aceh ini diwariskan turun-temurun, namun mulai jarang terdengar pada generasi Aceh sekarang. Apa saja? Yuk disimak sampai terakhir.
Asan Usén
Buleuën Asan Usén adalah penamaan untuk bulan Muharram dalam penanggalan Hijriah. Dinamakan Asan Usén untuk memperingati syahidnya cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW, yakni Sayyidina Husein dalam perang Karbala pada 10 Muharram. Diketahui, Hasan dan Husein adalah nama cucu Rasulullah dari putrinya Fatimah dan Ali bin Abi Thalib.
Orang Aceh lebih mudah melafalkan Hasan dan Husein dengan kata “Asan Usén”. Di beberapa tempat di Aceh, pada tanggal 10 Muharram ini diiringi dengan acara memasak ie bu kanji yang nantinya akan dibagikan kepada penduduk setempat.
Sapha
Dalam Kalender Aceh, bulan Safar disebut Buleuën Sapha. Orang Aceh meyakini pada saat datangnya bulan ini, keadaan atau kondisi cuaca akan selalu panas. Bahkan orang Aceh tidak melakukan acara resepsi di bulan Safar karena akan “membawa sial”.
Penghabisan Buleuën Sapha ditandai dengan Rabu Abéh dimana orang-orang pergi ke laut maupun sungai untuk mandi sebagai simbol “buang sial”.
Note: Rabu Abéh ialah hari Rabu terakhir yang terdapat pada periode bulan Safar.
Molôd, Adoë Molôd, Molôd Akhé
Buleuën Molôd, Adoë Molôd, Molôd Akhé adalah sebutan untuk bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir dan Jumadil Awal. Alias bulan ke-3, ke-4, dan ke-5, dalam Kalender Aceh.
Dalam kurun waktu 3 bulan (ditambah 10 hari), orang Aceh memperingati lahirnya baginda nabi Muhammad SAW, dengan mengadakan kenduri besar-besaran. Lazimnya momen molôd selalu diikuti ceramah maulid dan berbagai acara keagamaan lainnya.
Ketiga bulan inilah yang membuat anak-anak kost di kota pelajar dan juga masyarakat desa akan merasa aman untuk makan siang. Ada juga yang menyebutnya “musim perbaikan gizi”.
Khanduri Böh Kayèë, Khanduri Apam, Khanduri Bu
Buleuën Khanduri Böh Kayèë adalah bulan ke-6 dalam Kalender Aceh atau Jumadil Akhir dalam Hijriah. Di beberapa tempat di Aceh, pada bulan ini diperingati dengan melaksanakan kenduri untuk memberkati tanaman-tanaman disekitar dengan harapan mendapat hasil yang melimpah dari Allah Swt.
Buleuën Khanduri Apam adalah nama lain dari Rajab. Dalam bulan ini, masyarakat Aceh berbondong-bondong melaksanakan tradisi warisan leluhur yaitu tot apam secara bersama-sama.
Apam adalah serabi khas Aceh yang berasal dari masa awal Kesultanan Aceh Darussalam. Di bulan ini juga masyarakat Aceh memperingati Isra’ dan Mi’raj.
Buleuën Khanduri Bu sama dengan bulan Sya’ban dalam Hijriah. Disebut Buleuën Khanduri Bu karena pada bulan ini ada momen masyarakat Aceh mengadakan kenduri untuk memperingati peristiwa Malam Nisfu Sya’ban. Disebut dengan Khanduri Buru-at.
Malam Buru-at juga ditandai dengan adanya ceramah agama untuk mengingatkan kepada khalayak ramai tentang penutupan buku amalan.
Puasa
Buleuën Puasa adalah bulan ke-9 dalam Almanak Aceh. Masyarakat Aceh akan melaksanakan ibadah puasa sepanjang Ramadhan sebagaimana muslim lainnya di belahan dunia.
Segala aktivitas jual beli makanan ditutup pada pagi hingga sore hari. Masyarakat larut dalam ibadah di masjid, surau atau juga dirumah masing-masing.
Bulan puasa ibaratnya bulan untuk beristirahat dalam kebiasaan orang Aceh. Ada sebagian para penguasa atau pedagang malah menutup usahanya sepanjang bulan Ramadhan sehingga dapat beribadah dengan maksimal. Dalam bulan ini juga orang Aceh melaksanakan kenduri nuzulul Qur’an yaitu memperingati turunnya wahyu pertama Nabi Muhammad SAW.
Uroë Raya, Meuapét dan Haji
Bulan ke-10 Kalender Aceh ialah Buleuën Uroë Raya atau Syawal. Pada bulan ini, masyarakat bersukacita atas keberhasilan menjalankan ibadah puasa sebulan penuh. Ini momen bagi orang Aceh bersilaturahmi.
Selain itu, bulan ini melahirkan banyak keluarga baru karena orang Aceh paling sering melangsungkan resepsi pernikahan di bulan Syawal.
Adapun bulan ke-11 dalam penanggalan Aceh adalah Buleuën Meuapét. Disebut bulan meuapet karena diapit oleh dua hari raya yakni Syawal (Idul Fitri) dan Dzulhijjah (Idul Adha).
Terakhir Buleuën Haji. Ditandai dengan umat Islam melakukan ibadah haji ke Tanah Suci. Puncaknya wukuf di Arafah pada 10 Dzulhijjah. Bagi muslim yang tidak berhaji, setelah siap salat hari raya, orang Aceh berbondong-bondong menuju tempat penyembelihan hewan qurban. Bulan ini juga salah satu momen Aceh “surplus” daging segar.[]