Good News From Aceh
AdatBudayaSejarah

Kupiah Meukutop, Kupiah Tungkop yang Dipopulerkan Teuku Umar

kupiah meukutop aceh

Kupiah Meukeutôp–selanjutnya kita tulis Kupiah Meukeutop–baru saja terdaftarkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia. Atribut pria khas Aceh ini resmi menjadi Warisan Budaya Nasional (Warbudnas) dengan domain kemahiran dan kerajinan tradisional Aceh pada 29 Oktober 2021. 

Kupiah Meukutop memiliki sejarah yang menarik. Sebelum dikenal seperti sekarang, penutup kepala tradisional Aceh ini dulunya bernama Kupiah Tungkop. Asalnya dari Pidie, bukan dari Meulaboh, seperti anggapan sebagian orang. Begini kisahnya. Baca sampai akhir.perajin kupiah meukutop

Topi Kebesaran

Ada literatur menyebutkan Kupiah Meukeutop lahir pada masa Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636), sekitar abad ke-17 Masehi. Pada masa itu, Kupiah Meukeutop (seperti dipakai pada lukisan Sultan Iskandar Muda) jadi topi kebesaran di Aceh. Hanya dipakai oleh raja-raja.

Namun dalam perkembangannya, banyak literatur menyebutkan Kupiah Meukutop berkembang pada masa kolonial Belanda, yang dipakaikan oleh para pejuang Aceh. Kemudian hari, Kupiah Meukutop menjadi bagian dari pakaian adat bagi Lintô Barô (pengantin pria) dan sunatan di Aceh.

Dibuat di Pidie

Sumber terbaru yang bisa dipercaya menerangkan, Kupiah Meukutop berasal dari Gampong Rawa Tungkop, Mukim Tungkop, Kec. Indrajaya, Kab. Pidie.

Menurut cerita warga Tungkop, Pidie, pada masa Belanda berada di Aceh (1873 – 1942), Nek Sapiah dan Nek Sabi membuat kupiah jenis ini, sehingga dinamai Kupiah Tungkop, merujuk pada nama asal pembuatannya.

Serdadu Belanda bahkan mengunjungi rumah Nek Sapiah untuk melihat proses pembuatannya, memotret Kupiah Tungkôp–selanjutnya kita tulis Kupiah Tungkop, hingga rumah adat Aceh milik Nek Sapiah.   

sejarah kupiah meukutopSementara itu, pejuang Aceh juga sering berpindah-pindah tempat dalam melawan pasukan Belanda. Teuku Umar (1854 – 1899) misalnya.

Saat memimpin perang di daerah Pidie, Teuku Umar dihadiahi Kupiah Tungkop oleh masyarakat setempat. Panglima Perang Aceh asal Meulaboh itu pun mengenakan Kupiah Tungkop di medan laga.

Dari sinilah, kupiah ini dengan berbagai motifnya, kemudian ikut dikenakan oleh pejuang Aceh lainnya. Sehingga pada masa kini, dikenal juga dengan nama Kupiah Teuku Umar. 

Filosofi Kupiah Meukeutop

filosofi kupiah meukutopKupiah Meukeutop yang berbentuk seperti huruf Lam dalam Bahasa Arab itu memiliki filosofi tersendiri. Kupiah ini punya 4 tingkatan yang mengandung makna masing-masing. 

  • Tingkatan pertama bermakna hukum agama 
  • Tingkatan kedua bermakna adat
  • Tingkatan ketiga bermakna qanun
  • Tingkatan keempat bermakna reusam. 

Berdasarkan simbol makna tersebut, Kupiah Meukeutop terdapat rambu-rambu kehidupan masyarakat Aceh yang berlandaskan pada agama, adat, qanun dan reusam.

Dari segi bentuknya, Kupiah Meukeutop dibuat dari kain berwarna dasar merah, kuning, hijau, putih, dan hitam. Setiap warna juga memiliki arti tersendiri. 

Kerajinan Tangan

Dalam perkembangannya, Kupiah Meukutop menjadi produk kerajinan tangan khas Pidie atau Aceh secara umum. Awalnya tak banyak yang menekuninya karena membuat satu Kupiah Meukutop, pengrajin harus bersabar hingga 15 hari.

Kesabaran dan ketelatenan sangat dibutuhkan dalam penyelesaian sebuah kupiah meukeutop ini. Namun sekarang hampir semua ibu-ibu dan remaja putri di Gampong Rawa Tungkop sudah bisa membuat Kupiah Meukeutop. Hal ini tak lepas dari adanya regenerasi oleh pengrajin pendahulu, juga adanya pembinaan. 

Kupiah Meukutop Era Milenial

peci aceh
Ragam kupiah meukutop dalam versi kekinian. Foto: JPNN/Antara

Dalam beberapa tahun terakhir, Kupiah Meukutop, dimanfaatkan oleh generasi milenial untuk menyasar penikmat produk lokal. Lahirlah Kupiah Meukutop versi praktis dan instan yang dikomersialkan secara luas. Sehingga bentuknya menjadi lebih simpel, bahkan motif Kupiah Meukutop juga dibuat dalam bentuk-bentuk lainnya.[]

Related posts