Jika Aceh dilawan dengan senjata, sampai kiamat dunia pun Aceh sanggup berperang dengan siapa saja. Dan kisah Tgk Abdul Jalil Cot Plieng kami turunkan dalam ACEH+Sosok kali ini. Ia salah satu ulama dan pahlawan perlawanan terhadap Jepang di Aceh.
Table of Contents
Keturunan Ulama
Tgk Abdul Jalil lahir sekitar awal abad 20 (tahun 1900-an awal) di Desa Blang Ado Buloh, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara.
Silsilah orang tuanya hanya disebutkan nama ibunya yang bernama Nyak Cut Buleun. Ibunya merupakan seorang guru agama yang juga masih keturunan dari seorang ulama.
Baca juga: Habib Teupin Wan Tokoh Pejuang Terlama dalam Perang Melawan Belanda
Masa remaja Tgk Abdul Jalil dihabiskan dengan belajar agama. Selain itu, ia menempuh pendidikan umum di Volkschool, sekolah Belanda untuk pribumi.
Tgk Abdul Jalil mendalami ilmu agama di berbagai tempat, seperti di Beureughang, Ie Rot Bungkaih (Muara Batu), Tanjong Samalanga, Mon Geudong, Cot Plieng, dan Krueng Kale, Aceh Besar.
Memimpin Dayah
Setelah meudagang di berbagai dayah, pada tahun 1937, Tgk Abdul Jalil dipercayakan memimpin Dayah Cot Plieng, menggantikan Tgk Ahmad yang meninggal dunia.
Di bawah pimpinannya, Pesantren Dayah Cot Plieng mengalami banyak perubahan.
Tengku Abdul Jalil juga menjalin hubungan dan kerjasama dengan ulama di seluruh Aceh.
Hikayat Prang Sabi yang digaungkan sejak Perang Aceh melawan Belanda telah mengubah sikap dan pandangannya terhadap kolonialisme yang pada saat itu Aceh masih diduduki Belanda.
Melalui dayah inilah Tgk Abdul Jalil kemudian menyebarkan ideologi jihad melawan penjajah yang menyengsarakan rakyat.
Anti Pendudukan Jepang
Ketika Belanda menyerah pada tahun 1942, Tgk Abdul Jalil Cot Plieng tidak mudah termakan oleh propaganda yang disebarkan Jepang.
Sebaliknya, ia malah semakin anti dan benci terhadap penjajah Jepang yang bersikap semena-mena dan sangat menyengsarakan rakyat.
Tgk Abdul Jalil justru makin berapi-api dalam mengadakan pengajian dan menyampaikan pidato untuk melawan kebiadaban penjajah Jepang.
Sikap ini membuat awak Jepang murka. Sang Teungku Cot Plieng diwajibkan untuk menghadap, namun panggilan itu tidak pernah dipenuhinya.
Baca juga: Teungku Peukan Ulama Pejuang di Blangpidie yang Menentang Belanda
Kejadian ini berlangsung sekitar Juli 1942 saat Tgk Abdul Jalil sedang memimpin pengajian yang dihadiri 400 pengikutnya.
Puncak Perlawanan
Tgk Abdul Jalil Cot Plieng yang mengabaikan panggilan membuat Jepang utuskan seorang polisi Jepang bernama Hayashi untuk menjemputnya di Dayah Cot Plieng.
Alih-alih membawa Tgk Abdul Jalil, Hayashi sendiri mendapatkan luka setelah ditikam dengan tombak oleh jamaah Tgk Abdul Jalil.
Akibat dari insiden itu, pada 7 November 1942, Jepang menyerang komplek dayah dan membakar bangunan di sana serta masjid.
Syukurnya, dalam penyergapan ini, Tgk Abdul Jalil berhasil lolos dan mundur ke Masjid Paya Kambok di Kecamatan Meurah Mulia.
Perang ini merupakan perang pertama di Nusantara dalam rangka mengusir penjajah Jepang.
Syahid di Medan Laga
Pasca lolosnya dari penyergapan, tentara Jepang semakin mengetatkan parameter untuk menangkap Tgk Abdul Jalil Cot Plieng.
Hingga akhirnya pada 10 November 1942, setelah shalat Jumat, lokasi Tgk Abdul Jalil diketahui oleh Jepang. Mereka pun terlibat pertempuran sengit.
Baca juga: Tgk Bantaqiah Ulama Aceh Korban Kekerasan Konflik RI-GAM
Pertempuran tak seimbang itu berhasil dimenangkan Jepang. Tgk Abdul Jalil kalah jumlah pasukan maupun persenjataan.
Tgk Abdul Jalil Cot Plieng menghembuskan nafas terakhir pada pukul 18.00 sore. Diketahui sejumlah 109 pengikutnya juga gugur dalam pertempuran ini.
Setelah pertempuran selesai, jenazah Tengku Abdul Jalil dibawa ke Dayah Cot Plieng dan dimakamkan di sana.
Nippon Cahaya Asia
Nippon Pelindung Asia
Nippon Pemimpin Asia
Hancurkan Nippon dari Aceh Mulia