Ishak Daud lahir di Blang Geulumpang, Idi Rayeuk, pada 12 Januari 1960. Anak sulung dari pasangan Muhammad Daud dan Nuriah. Ia dikenal cerdas dan terampil. Ini diakui oleh beberapa petinggi aparat pemerintah bahwa kemampuan propaganda dan dialektika Ishak Daud di atas rata-rata. Terbukti dengan banyaknya masyarakat Aceh yang bersimpati terhadapnya. Dalam barisan perjuangan, ia dikenal dengan nama “Abuchik”, sampai ia menghembuskan nafas terakhirnya pada 8 September 2004.
Table of Contents
Perjalanan Perjuangan
Awal mula ia bersentuhan dengan perjuangan Aceh Merdeka ketika ia memutuskan hijrah ke Malaysia tahun 1984. Karena tidak betah bekerja di sana, ia pindah ke Singapura. Dari sinilah ia terpapar dengan spirit perjuangan Aceh. Ia mulai sering mengikuti rapat-rapat perjuangan dengan sesama pejuang Aceh di Singapura.
Ishak Daud disumpah sebagai anggota Gerakan Aceh Merdeka pada tahun 1987, karena kesungguhannya pada perjuangan ideologi Aceh Merdeka. Lalu Hasan Tiro mengirimnya ke Tajura, Libya untuk latihan perang bersama pemuda Aceh lainnya. Kembali dari Libya, Ishak pun aktif di GAM untuk wilayah Peureulak. Ia beberapa kali ditangkap dan masuk penjara, namun nasib baik masih bersamanya karena mendapatkan amnesti dari pemerintah. Terakhir ia menjabat Panglima GAM Wilayah Peureulak.
sumber: acehkita.com
Ishak Daud di Mata Orang
“Buat saya beliau tidak hanya berkharisma dan alim, tetapi juga sangat menghormati perempuan. Untuk wartawan perempuan seperti saya, liputan di wilayah konflik berarti harus siap juga dengan gangguan, godaan bahkan terkadang pelecehan seks. Tetapi, beberapa kali bertemu dengan Teungku Ishak, saya merasa diperlakukan cukup baik dan terhormat.”
*Nani Afrida*, eks jurnalis Tabloid Kontras (Serambi Indonesia) dalam catatan “Panglima Ishak Daud Di Mata Saya” (naniafrida.wordpress.com/27-01-2013)
“Teungku Ishak Daud adalah panutan saya. Dia telah membimbing saya dalam banyak hal. Namun pada saat titik penghabisan saya tidak bisa menjaga Abuchik dengan baik. Ada satu petuahnya yang selalu saya ingat: Sidroë tanyoë, beuna manfaat keu ureuëng ramè.”
*Umar*, Ajudan Ishak Daud dalam berita “Mengenang Ishak Daud: Perang Penghabisan di Alue Nireh” (acehkita.com/08-09-2016)
Baca juga : 8 Tokoh ini Layak Jadi Pahlawan Nasional asal Aceh
Akhir Hayat
Hari itu, 8 September 2004, Ishak Daud bersama istri dan tiga pengawalnya sedang berwudhu untuk salat dhuhur di pinggir kali tak jauh dari kamp darurat mereka di sebuah lembah di Kawasan Hutan Alue Nireh, Aceh Timur. Tiba-tiba, aparat TNI yang sudah mengepung melepaskan tembakan. Pertempuran pun berlangsung hingga 2 jam. Ishak Daud tertembak di kepala saat melindungi ajudannya. Dalam peristiwa itu, Cut Rostina istrinya yang sedang hamil juga meninggal. Ishak Daud pun tak sempat mencicipi perdamaian yang terwujudkan beberapa bulan kemudian.[]