Malam pertama pengantin baru akan jadi momen paling istimewa yang tak mungkin terulang. Begitu pula yang diharapkan Sultan Meurah Johan, raja pertama Kerajaan Aceh, saat itu di ranjang. Ia akan memulai malam pertamanya bersama Putroe Neng (Aceh: Putroë Nèng), istrinya yang baru saja dinikahi usai memenangkan perang.
Putroe Neng, sebelum memeluk islam dan menikah, bernama Nian Nio Liang Khie. Ia putri dari Laksamana Liang Khie yang memimpin ratusan pasukan dari satu Dinasti Tiongkok menyerang sejumlah kerajaan kecil di Pulau Ruja (Sumatera).
Ketika Liang Khie meninggal, Nian Nio menggantikan ibunya hingga suatu ketika ia takluk dari pasukan yang dikomandoi Meurah Johan.
Cinta Satu Malam
Kembali ke ranjang. Putroe Neng yang mengaku sangat menggila-gilai Sultan Meurah Johan, memancarkan pesonanya.
Pun sebaliknya, raja muda Meurah Johan yang sangat menyukai Putroe Neng, makin terkesima. Keduanya ingin segera tenggelam dalam romansa cinta malam pertama.
Namun tak disangka, Sultan Meurah Johan meregang nyawa beberapa saat setelah berhubungan intim dengan istri barunya itu. Tubuhnya kaku dan bibirnya membiru.
Putroe Neng panik, tidak tahu kenapa. Cinta mereka pun berlangsung satu malam saja. Cinta satu malam, oh, tragisnya!
Perempuan 100 Suami
Usai ditinggal wafat Sultan Meurah Johan, pesona Putroe Neng makin bertambah. Banyak bangsawan dan pria di lingkungan Kerajaan Aceh saat itu ingin menikahi Putroe Neng.
Namun setiap suami barunya mengalami hal yang sama dengan Sultan Meurah Johan. Meninggal sehabis bercinta di malam pertama dengan kondisi tubuh membiru.
Pesona Putroe Neng membawa malapetaka sampai lintô barô-nya yang ke-99.
Akibatnya, orang-orang mulai menakutinya, bahkan ada larangan untuk tidak lagi menikahi janda cantik dari Tiongkok itu.
Namun tidak dengan Syekh Abdullah Kana’an. Ulama sekaligus panglima prang Kerajaan Aceh ini malah memberanikan diri jadi lintô ke-100 Putroe Neng.
Foreplay ala Abdullah Kana’an
Syekh Abdullah Kana’an yang berasal dari Palestina itu, belakangan tahu ada sesuatu yang aneh pada diri Putroe Neng.
Jika 99 lintô sebelumnya lebih dulu mengalami orgasme, maka Abdullah Kana’an punya trik sendiri. Ia lebih dulu membuat Putroe Neng terangsang.
Komandan Laskar Syiah Hudam itu mengajak istri barunya duduk di depan rumah. Mereka melihat sepasang kuda sedang bercinta di kebun.
Syekh menceritakan dengan detil setiap adegan percintaan kuda itu, seraya sama-sama menontonnya.
Mendengar cerita Syekh, Putroe Neng jadi bernafsu dan mengajak suami barunya bercinta.
Dalam kemesraannya, Nian Nio Liang Khie mencapai puncak lebih dulu. Saat itulah, Syekh melihat benda seperti racun keluar dari kemaluan istrinya.
Racun dari Nenek
Sumber lain menyebutkan, Abdullah Kana’an atau terkenal dengan nama Tgk Chik Lampeuneu’eun, berhasil mengeluarkan bisa dari kemaluan Putroe Neng sebelum keduanya bercinta.
Racun itu dimasukkan ke dalam bambu dan dipotong menjadi dua bagian. Satunya dibuang ke laut, satunya lagi dibuang ke gunung.
Konon setelah kutukan malam pertama itu berakhir, pesona Putroe Neng memudar. Seketika itu pula beredar kesimpulan, racun itulah yang menamatkan riwayat 99 suami Putroe Neng sebelumnya.
Racun itu diduga dimasukkan neneknya Putroe Neng, Khie Nai-nai, sewaktu ia masih remaja untuk melindunginya dari kekejaman pemerkosaan dari dampak perang.
Mitos atau Fakta?
Kisah Putroe Neng sempat diangkat dalam novel Putroe Neng karya Ayi Jufridar. Sementara menurut budayawan Aceh, Syamsuddin Djalil alias Ayah Panton, cerita kematian 99 suami itu hanya legenda, meskipun nama Putroe Neng memang ada.
Menurutnya, kematian itu adalah tamsilan Putroe Neng sudah membunuh 99 lelaki dalam peperangan di Aceh. Pun sulit ditelusuri dari mana sumber cerita kemaluan Putroe Neng yang mengandung racun itu.
Makam Putroe Neng sendiri berada di Gampong Blang Pulo, Lhokseumawe. Tak diketahui pasti kapan Nian Nio Liang Khie meninggal dan bagaimana makamnya bisa ada di sana.[]